Menemukan Makna dalam Kehidupan

Dalam hidup, ada dua cara untuk melihat dunia.

Ada orang yang melihat apa yang mereka inginkan, dan ada yang melihat hambatan yang menghalangi mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Mengasah Kapak Sebelum Menebang Pohon

Dikisahkan ada dua penebang kayu yang bekerja dari pagi hingga sore dengan jadwal yang sama.

Namun, salah satu dari mereka selalu menghilang selama satu jam di tengah hari.

Anehnya, meskipun ia menghabiskan waktu lebih sedikit untuk menebang pohon, ia selalu menghasilkan lebih banyak kayu dibanding rekannya.

Suatu hari, rekannya yang bekerja sepanjang hari bertanya,

“Ke mana kamu pergi setiap siang?”

Penebang kayu itu menjawab,

“Aku pulang ke rumah untuk mengasah kapakku.”

Kisah ini mengajarkan bahwa dalam menjalani hidup dan karier, yang terpenting bukan hanya seberapa banyak yang kita kerjakan setiap hari, tetapi bagaimana kita mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang.

Mengambil waktu untuk beristirahat dan memperbarui energi bukanlah kelemahan, tetapi strategi.

Lihat Kesempatan, Bukan Hambatan

Seorang pria dan temannya pergi berlari di Central Park.

Di akhir lari, mereka melihat ada meja dengan sekotak bagel gratis.

Pria itu mengajak temannya untuk mengambil bagel, tetapi temannya menolak karena antreannya terlalu panjang.

Sang pria tetap ingin bagelnya, jadi ia berjalan ke meja, menyelipkan tangannya di antara dua orang yang mengantre, dan mengambil dua bagel.

Tidak ada yang marah, karena ia tidak menghalangi orang lain.

“Ada dua cara melihat dunia,”

katanya.

“Beberapa orang melihat apa yang mereka inginkan, sementara yang lain melihat hambatan yang menghalangi mereka untuk mendapatkannya.”

kita tidak selalu harus mengikuti aturan yang baku jika ada cara lain yang tetap adil dan tidak merugikan orang lain.

Jangan takut untuk berpikir di luar kebiasaan.

Menjadi Pemimpin yang Peduli

Angkatan Laut Amerika Serikat memiliki pasukan elit yang dikenal sebagai Navy SEALs.

Ketika ditanya siapa yang berhasil melewati seleksi keras mereka, seorang anggota SEAL menjawab bahwa bukan otot yang besar, bukan atlet kampus, atau mereka yang hanya ingin membuktikan diri yang bertahan.

“Yang bertahan adalah mereka yang, ketika benar-benar kelelahan, masih bisa menemukan kekuatan untuk membantu orang di sebelah mereka.”

Kepemimpinan sejati bukan tentang menjadi yang paling kuat, tetapi tentang merangkul dan membantu orang lain.

Dunia terlalu sulit untuk dilalui sendirian.

Menjadi Pendengar Terakhir

Nelson Mandela pernah ditanya bagaimana ia belajar menjadi pemimpin yang hebat.

Ia menjawab bahwa saat kecil, ia sering menghadiri pertemuan suku bersama ayahnya, yang merupakan seorang kepala suku.

“Aku belajar dua hal. Pertama, mereka selalu duduk dalam lingkaran. Kedua, ayahku selalu berbicara terakhir.”

Kebanyakan orang berpikir bahwa menjadi pemimpin berarti menyuarakan pendapat lebih dahulu.

Namun, pemimpin sejati mendengarkan terlebih dahulu, memberi ruang bagi orang lain untuk berbicara, lalu merangkum dan memberikan pandangan yang lebih bijak setelah memahami semua perspektif.

Mengakui Kesalahan

Pada abad ke-18, banyak perempuan meninggal setelah melahirkan akibat demam nifas, yang dikenal sebagai “Black Death of Childbed.”

Para dokter yang berusaha mencari penyebabnya melakukan otopsi di pagi hari, lalu melahirkan bayi di sore hari tanpa mencuci tangan.

Baru pada pertengahan abad ke-19, Dr. Oliver Wendell Holmes menyadari bahwa tangan para dokterlah yang menjadi penyebab penyebaran infeksi.

Namun, butuh 30 tahun hingga dunia medis mengakui bahwa solusi sesederhana mencuci tangan dapat menyelamatkan nyawa.

“Sometimes, you are the problem.”

Mengakui kesalahan adalah bagian dari pertumbuhan.

Kita boleh mengambil kredit atas keberhasilan, asalkan kita juga bertanggung jawab atas kesalahan kita.

Kerendahan Hati di Puncak Kesuksesan

Seorang mantan pejabat tinggi pernah diundang untuk berbicara di sebuah konferensi.

Tahun sebelumnya, ketika masih menjabat, ia diterbangkan dengan kelas bisnis, dijemput sopir, dan diberikan kopi dalam cangkir keramik yang elegan.

Namun, kali ini, ia harus naik kelas ekonomi, memesan taksi sendiri, dan mengambil kopi sendiri dalam gelas styrofoam.

“Cangkir keramik itu bukan untukku. Itu untuk jabatan yang aku pegang. Aku hanya pantas mendapatkan gelas styrofoam.”

Pelajaran penting dari kisah ini adalah bahwa kehormatan dan kemewahan yang kita terima seringkali bukan untuk kita secara pribadi, tetapi untuk posisi yang kita pegang.

Kita harus tetap rendah hati dan sadar bahwa semua itu bisa hilang sewaktu-waktu.

Empati dalam Kepemimpinan

Generasi muda sering disalahkan karena dianggap kurang bersemangat dan terlalu bergantung pada teknologi.

Namun, jika mereka menghadapi tantangan yang lebih besar dibanding generasi sebelumnya, mungkin masalahnya bukan pada mereka, tetapi pada lingkungan yang diciptakan oleh generasi sebelumnya.

“The only common factor in all my failed relationships was me.”

Alih-alih menyalahkan generasi muda, kita harus bertanya,

“Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka berkembang?”

Kepemimpinan sejati bukan tentang “bagaimana saya bisa mendapatkan yang terbaik dari orang lain,” tetapi “bagaimana saya bisa membantu orang lain menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.”


Kehidupan adalah tentang bagaimana kita memandang dunia dan bagaimana kita bertindak atasnya.

Kita bisa fokus pada hambatan, atau mencari cara untuk mengatasinya.

Kita bisa berusaha menjadi yang paling kuat, atau memilih untuk membantu orang lain.

Kita bisa memaksakan pendapat, atau mendengarkan dengan sabar.

Yang terpenting, kita harus tetap rendah hati dan bertanggung jawab atas setiap langkah yang kita ambil.

Seperti yang dikatakan Nelson Mandela,

“I never lose. I either win or learn.”

Didasarkan pada pidato motivasi dari Simon Sinek’s Speechless 2.0